Banyak wanita-wanita Dayak melakukan kegiatan menenun di
rumah betang. Menenun merupakan
kegiatan tradisional yang sudah lama dilakukan secara turun temurun. Dalam
masyarakat Dayak menenun hanya dilakukan oleh wanita dan akan dianggap pemalih atau tabu bila dilakukan oleh
laki-laki. Tenun ini dilakukan dengan alat-alat dan teknologi sederhana.
Bahan-bahan yang digunakan berasal dari lingkungan dan sekitar tempat tinggal
mereka.
Peralatan yang pergunakan untuk menenun dibuat sendiri oleh
warga secara sederhana. Menggunakan bahan-bahan dari alam yang tersedia di
sekitar lingkungan pemukiman dan dengan bahan yang berkualitas baik seperti
kayu ulin maupun rotan. Peralatan menenun terdiri dari alat untuk memisahkan
serat kapas dengan bijinya, alat memintal (gasing),
alat membentang benang, dan alat menenun. Alat tenun tradisional (gedokan) yang bisa dibawa kemana-mana,
terdiri dari bagian-bagian hat, keletak, beliak, dan kelungan.
Apabila dilihat secara sepintas warna dan motif kain
tenun ikat Sintang hampir sama dengan tenun Dayak Iban tetapi tenun ikat Dayak
Sintang lebih dominan warna hitam dan merah. Tenun Dayak Iban memiliki desain
motif yang cenderung figuratif dan jelas. Tenun ikat Sintang memiliki desain
motif cenderung abstrak.
Pada waktu lampau menenun adalah sebuah kewajiban bagi
setiap perempuan dari Suku Dayak khususnya subsuku Dayak Desa. Hal tersebut
dilakukan sebagai tuntutan atas pemenuhan kebutuhan akan pakaian serta
keperluan adat istiadat. Kegiatan menenun menjadi sesuatu yang langka dan tidak
dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Dayak karena adanya perkembangan jaman
dan teknologi. Menenun oleh sebagian kecil wanita Dayak dilakukan untuk mengisi
waktu luang disela-sela kesibukan kegiatan menoreh, sehingga pada akhirnya
memerlukan cukup banyak waktu untuk menghasilkan kain tenun.
Budaya menenun merupakan kebudayaan yang diwariskan oleh
generasi terdahulu yang mempunyai keunikan, nilai seni, dan sejarah yang
tinggi. Tahapan untuk menghasilkan sebuah karya kain tenun ikat dimulai dari penanaman kapas, pembuatan benang (memintal), ngaos (peminyakan benang), mewarna/mencelup, mengikat motif,
menenun, dan menjadikan sebuah pakaian adat merupakan rangkaian proses yang
panjang. Dari beberapa tahapan tersebut dilakukan ritual-ritual tertentu yang
dipercaya sebagai roh untuk membangkitkan semangat dalam bekerja maupun untuk
memperoleh hasil yang memuaskan. Ini merupakan tradisi dan kebudayaan dari
leluhur masyarakat suku Dayak Desa yang dilakukan puluhan tahun silam.
Gambar 2. Tenun yang sedang
diikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar