Indonesia kaya akan unsur kebudayaan,
dimana setiap daerah mempunyai ciri khas adat yang berbeda-beda. Salah satunya
adalah kebudayaan Dayak yang terdapat di provinsi Kalimantan Barat. Sejak
dahulu orang Dayak hidup di tengah hutan hingga jauh sampai ke pedalaman. Namun
demikian, ini tidak berarti bahwa mereka terasing dari dunia luar. Bahkan
sebelum kebudayaan barat masuk di Indonesia, orang Dayak sudah melakukan
perdagangan dengan bangsa Tiongkok. Hal ini terbukti dengan banyaknya tembikar
yang tersimpan di rumah-rumah adat setempat. Keistimewaan lain yang dimiliki
oleh orang Dayak adalah keunggulan dalam bidang kesenian. Sebagai contoh seni
membuat patung, yang mencerminkan suatu pandangan hidup yang menarik. Selain
itu terdapat juga kesenian yang lain berupa seni Tenun Ikat Dayak (Maurist di
Kalimantan, Film Dokumenter, 1996).
Tenun ikat Dayak adalah suatu kekayaan budaya pada masyarakat Indonesia serta merupakan warisan
dari generasi terdahulu, khususnya suku Dayak Ketungau
dan Dayak Desa. Budaya menenun bagi sebagian masyarakat suku Dayak Desa
yang bermukim di wilayah pedesaan Kabupaten Sintang, merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari kaum perempuan terutama masyarakat yang bermukim di
rumah betang. Di dalam rumah adat
yang telah berusia puluhan tahun itulah mereka hidup sederhana dan menenun
dengan cara tradisional.
Tenun ikat Dayak nyaris punah dikarenakan tidak ada
cukup orang yang mau memberikan perhatian pada keberadaan tenun ikat tersebut.
Terutama apabila hal tersebut dikaitkan dengan munculnya perubahan sosial dan
ekonomi pada masyarakat Dayak yang memaksa terjadinya perubahan kebudayaan
termasuk budaya menenun secara tradisional. Disaat yang sama muncul pula
sindiran bahwa menenun merupakan kegiatan masyarakat primitif dan terbelakang.
Tidak sedikit pula pada akhirnya masyarakat Dayak malah kehilangan kebanggaan
terhadap tradisi mereka.
Gambar penenun sedang menenun
Meski demikian, diam-diam di balik
rumah-rumah adat sejumlah perempuan Dayak tetap bertahan dalam tradisi mereka.
Di ruai atau balai-balai rumah betang mereka berkumpul dan melakukan
kegiatan menenun. Mereka beranggapan bila tenun ikat punah maka eksistensi
mereka pun akan hilang pula. Hal tersebut berkaitan dengan adanya makna-makna
yang terkandung di balik tenun ikat. Tenun ikat tidak hanya semata-mata
merupakan kain yang digunakan untuk menggendong anak maupun keperluan praktis
lainnya namun, tenun ikat mempunyai makna yang lebih luas dari sekedar selembar
kain.
Gambar siap menenun
Referensi :
Pusat Kateketik.
1996, Maurist di Kalimantan, Film
Dokumenter, Studio Audio Visual Puskat, Yogyakarta.